Terimakasih telah bertandang ke Situs ini

ORANG DAYAK DALAM PUSARAN PERGUMULAN BANGSA BANGSA

Selasa, 15 April 2008


Oleh : KRISTIANUS ATOK

1. PERGUMULAN IDENTITAS

Banyaknya sebutan dan beragamnya pengklasifikasian orang Dayak merupakan indikator bahwa orang Dayak masih berada dalam pergumulan identitas. Sebutan atas identitas Apa yang ada sekarang bukan bentuk final. Contoh paling nyata adalah sebutan Dayak Kanayatn. Kelompok suku ini menyebut diri berbeda-beda ; misalnya Dayak Bukit di daerah Talaga-Sengah Temila, Dayak Salako di Kec Mempawah Hulu, dan di Kab sambas dan Bengkayang, Dayak Mampawah di DAS Mempawah. Mereka umumnya tidak terima disebut Dayak Kanayatn, karena dasar argumentasi mereka kuat. Mengapa mereka terkesan diam atau tidak kedengaran? Ini mungkin salah satu bukti bahwa dalam kehidupan sehari-harinya orang Dayak itu menghindari konflik (tidak mau berkelahi).Mereka percaya bahwa “waktu” lah yang kelak akan membantunya mengatakan siapa diri mereka sesungguhnya. Belum lagi yang telah berpindah agama. Orang Dayak yang memeluk Islam menyebut diri mereka Melayu, padahal kakek-nenek mereka yang Dayak masih hidup.

2. PERGUMULAN SDM
Dinamika kehidupan bangsa-bangsa saat ini ditandai dengan peningkatan kapasitas SDM di berbagai sektor, tidak terkecuali orang Dayak. Banyak cara dilakukan orang Dayak untuk bisa sejajar dengan suku bangsa- suku bangsa yang lain. Sekarang mulai tampak bahwa di berbagai sektor telah ada orang Dayak yang ahli. Orang Dayak banyak sekali yang memilih sekolah-sekolah di luar Kalbar (terutama Perguruan Tinggi). Banyak orang Dayak yang ahli tetapi tidak terakomodir dalam bidang pemerintahan (disinilah kemudian terjadi pergumulan antara politik- SDM- Identitas yang paling kongkrit). Saat ini misalnya ada orang Dayak dari Landak yang menjadi Rektor di Universitas Katolik di Nairobi Kenya, ada juga yang bekerja di Toronto Kanada, di Roma Italia (tapi semua mereka tak terekspos) ada pula yang menjadi dokter di Amerika serikat. Keberhasilan mereka telah menjadi pendorong orang Muda Dayak untuk terus meningkatkan kapasitas SDM.

3. PERGUMULAN POLITIK LOKAL

Perubahan Format Politik Nasional telah menjadi pendorong yang signifikan pada keterlibatan kembali tokoh-tokoh orang dayak dalam kancah perpolitikan local setelah pada rezim ORBA dimarginalkan. Kemampuan Orang dayak berpolitik sebenarnya sudah teruji cukup lama. Contoh pada ORLA, Gubernur Kalbar JC Oevang Oeray adalah orang Dayak. Kata Dayak sebenarnya lebih berorientasi kepentingan politik suku ini ketimbang hal lainnya. Banyaknya Partai Politik sekarang telah menjadi ladang tokoh-tokoh politik Dayak untuk bermain. Disatu sisi hal ini menguntungkan orang Dayak tetapi disisi lain telah menimbulkan gesekan yang sensitive konflik diantara mereka.

4. TRAUMATIK DAN MANIFESTASINYA
Ketiga pergumulan diatas sebenarnya diawali dari “traumatic” masa lalu yang menempatkan orang Dayak pada posisi yang lemah. Mengapa mereka setuju saja disebut orang Dayak, karena traumatic masa pengayauan dulu, ketika itu mereka saling bunuh dan bermusuhan, setelah peristiwa Tumbang Anoi1894 pengayauan dihentikan dan mereka telah dipersatukan kedalam “Dayak”, Jadi mereka sekarang sulit keluar lagi dari sebutan Dayak. Mengapa mereka setuju saja disebut Kanayatn, karena traumatic masa lalu ketika mereka masih dinamai berbeda-beda mereka tidak kuat. Dulu gawe naik dango tidak sepopuler sekarang, Naik dango menjadi moment penting seperti sekarang ini setelah mereka dinamai Kanayatn (sekedar contoh).
Mengapa Banyak orang Dayak yang sekolah atau disekolahkan di luar Kalbar (Khususnya Perguruan Tinggi), karena banyak kasus diskriminasi dalam penyelenggaraan PTN di Kalbar yang mempengaruhi keinginan mereka untuk menyekolahkan anaknya di PTN Kalbar. Ternyata ketika putra-putri orang Dayak itu bersekolah di Luar Kalbar, prestasi mereka membanggakan. Walaupun ketika harus masuk Pegawai Negeri ceritanya menjadi lain lagi. Ini kemudian menjadi bukti bahwa orang Dayak itu tidak bodoh. Mengapa dosen yang berasal dari orang Dayak tidak banyak di PTN Kalbar, karena ketika kuliah di PTN tersebut IPnya rendah, walaupun sejatinya yang bersangkutan cerdas. Mengapa Ipnya rendah karena sistem penilaian tidak fair dan ada kesan sukuisme. IP ternyata tidak merepresentasikan kecedasan. Orang Dayak yang menjadi dosen dengan jumlah signifikan hanya di FKIP, dan sedikit di FH. Yang menarik diantara mereka ada yang bergelar Doktor (di FKIP yang saya kenal baik ada 3 orang dan di FH ada satu orang dan satu orang lagi sedang menyusun disertasinya). Sekali lagi itu bukti bahwa kalau orang Dayak diberi kesempatan yang sama mereka akan mampu sejajar dengan orang lain.
Traumatik akibat termarginalkan pada masa ORBA telah menimbulkan sikap politik yang bernuansa ”balas dendam”. Hal ini dijumpai pada sebagian politisi orang Dayak dan masyarakat akar rumput sekarang ini. Pada tataran psikologis hal ini dapat dipahami tetapi dalam kerangka membangun kehidupan multikultur , keadaannya menjadi lain. Saya kira ini menjadi bahan refleksi kebangsaan secara holistik. Yang Celaka di sebagian propinsi di Indonesia (ACEH dan Papua) berlaku pula sistem khusus, perlakuan pemerintah pusat demikian telah semakin mempersulit upaya membangun sistem politik yang multikultural, karena daerah lain merasa memerlukan pula perlakuan khusus itu. Akibat seriusnya perpolitikan lokal menjadi carut-marut yang bernuansa hegemoni etnisitas). Mari Kita berjuang untuk membangun sistim politik lokal yang multikultural di Kalbar ini.


1 Comment:

cepax said...

jadi taunich tentang orang luar jawa. makasih postingannya bagus