Terimakasih telah bertandang ke Situs ini

Budaya Tenun Ikat Dayak Keninjal Melawi

Jumat, 08 April 2022

Budaya Tenun Ikat Melawi

Read More..

Dialektika Agama Bahaii dengan Orang Dayak di Perbatasan Indonesia Malaysia

Dialektika Bahaii Dayak

Read More..

CULINARY BASED ON DAYAK CULTURE IN WEST KALIMANTAN

Minggu, 27 Agustus 2017


Oleh : Kristianus
Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak
(STAKatN  Pontianak)


                                                                   ABSTRACT

This study revealed the potency of Dayak food as a culinary product. The present  study  aimed  at  :  finding  out  the  existing   of  Dayak  food  in West Kalimantan . The data were collected through observation, in-depth interview,  and   documentation   methods.   This   study   used   a   qualitative approach     focusing more on the effort to analyze and conclude from the data/facts in a holistic manner and make a generalization  in the field in accordance with the focus of the problem. On the type of Dayak cuisine in West Kalimantan, there are 40 different types of cuisine, 10 types of cake and 5 types of drinks. Based  upon       the  description  above     the  following  things  can  be recommended: (a) to develop  the Dayak food in West Kalimantan Provinc the       owners and managers    should   be optimistic   that the Dayak food has a very promising prospect  to  be  developed,  (b) By using such a great opportunity,  the government  is expected to play a more extensive role in supporting the development of the Dayak food in West Kalimantan province.
                                                                                                    
Key words: Dayak Cultural, Local Food, Culinary Tourism
                                                                             





A.    Latar Belakang
Makanan mencerminkan karakteristik suatu suku bangsa(Ferguson, 2010) dan lingkungan hidupnya(Potter, 2011) . Makanan disiapkan oleh lingkungan, misalnya ubi sebagai makanan pokok orang Papua karena banyak tersedia di wilayah tersebut. Pada umumnya makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, karena itu apabila nasi tidak dikonsumsi dalam satu hari (meskipun tetap makan makanan lainnya) tetapi perasaan masih lapar. Karena lambung telah terbiasa diisi dengan nasi.  Nilai yang terkandung dalam suatu makanan tergantung dari proses pematangan atau kandungan alami yang ada pada bahan makanan. Makanan yang dikonsumsi (mentah atau diolah) merupakan bagian dari kebudayaan(Muchamad & Soewarno, 2015).
Makanan yang diolah dari bahan-bahan mentah (seperti rujak, lalapan,) adalah sebuah bentuk kebudayaan. Lalapan: sayuran segar yang lazim disantap oleh orang Jawa. Lawa’: jenis makanan mentah yang diolah dari ikan, cuka/jeruk, kelapa & bumbu tertentu adalah salah satu jenis makanan orang Bugis. Proses pematangan makanan adalah bagian dari kebudayaan. Meliputi cara, bahan, & alat yang digunakan. Makanan yang lazim dimakan oleh orang Jawa belum tentu lazim bagi orang Bugis. Misalnya ikan lele yang banyak dikonsumsi oleh orang Jawa, orang Bugis justru kurang menyukainya.
Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya.
Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari sekedar sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan dan ketentraman. Makanan memiliki banyak peranan dalam kehidupan sehari - hari suatu komunitas manusia. Makna ini selaras dengan nilai hidup, nilai karya, nilai ruang atau waktu, nilai relasi dengan alam sekitar; dan nilai relasi dengan sesama.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama, takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, makanan adalah suatu konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dari apa dan etiket makan. Di antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun berbeda.
Makanan sangat erat dengan kegiatan pariwisata(Cheung & Tan, 2007). Para pelancong yang berkunjung ke suatu daerah  pasti akan makan di daerah tersebut, terlepas dari apakah seleranya sesuai atau tidak dengan budaya makanan di daerah tersebut. Sebagai mana kita tahu bahwa  pariwisata   adalah   segala   sesuatu   yang   berhubungan   dengan   wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut (Pendit,  2006:16).   Undang-Undang  Nomor  10 Tahun  2009 menyebutkan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha  Esa, serta peninggalan  purbakala,  peninggalan  sejarah,  seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Industri pariwisata dapat dipandang sebagai sebuah sub-sistem dari sistem pariwisata secara keseluruhan.  Struktur industri pariwisata  dimulai dari traveler generating region, dari mana calon wisatawan merencanakan dan memulai perjalanan wisatanya, termasuk di dalamnya daerah wisata yang dituju. Konsisten dengan cara berpikir sistem, karena industri pariwisata melibatkan beragam tipe organisasi,   maka  terdapat   komposisi   atau  struktur   pada  industri   pariwisata tersebut.   Cara   pengklasifikasian   sektor-sektor   yang   terlibat   dalam   industri pariwisata biasanya didasarkan pada fungsinya, walaupun dalam beberapa aspek terjadi tumpang tindih (Pitana, 2009:62).  Salah satunya tempat menyediakan makanan seperti restoran atau rumah makan. Restoran /rumah makan   sebagai  aspek  yang sangat  penting  dalam  perkembangan  industri pariwisata, kini telah banyak dibangun dan dikembangkan di Kalimantan Barat. Namun Restoran yang bernuansa Masakan Dayak belum ada.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan    latar    belakang    yang    telah    dipaparkan    diatas,   permasalahan yang diangkat adalah :
1.    Apa  saja jenis kulier berbasis budaya Dayak  yang potensial untuk dikembangkan?
2.    Bagaimana budaya  kuliner Dayak  saat ini ?
C.  Tujuan Penelitian
1.   Tujuan UmumTujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang jenis kuliner berbasis budaya Dayak di Kalimantan Barat, Di  samping  itu  untuk  menganalisis   secara mendalam  tentang  kondisi budaya kuliner yang masih hidup hingga saat ini di Kalimantan Barat.
2    Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui berbagai jenis masakan, kue dan minuman  berbasis budaya Dayak yang ada di Kalimantan Barat
b. Untuk mengetahui budaya makan (budaya kuliner) Dayak yang ada di Kalimantan Barat.
                          
D. KAJIAN PUSTAKA
1  Kajian Pustaka
Makanan , dan apa yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan jasmani  adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis. Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan social (Kemmer, 2000), yang mempunyai simbolik antara lain sebagai berikut:
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetia-kawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional. Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini. Makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c. Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan emosional. Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas manusia.
Kedudukan nilai - nilai budaya ini pada tiap komunitas adat tentu tidak sama, demikian pula orientasi dari nilai - nilai itu pada tiap komunitas(Effendi, 2009). Makanan dalam konteks kultur nilai - nilai budaya meliputi, pilihan rasional terhadap jenis makanan, cara memasak, kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan kolektif, kepercayaan, dan pantangan - pantangan yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan. Ini semua adalah sebagai kompleks kebiasaan makan.
Koentjaraningrat menyatakan sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi - konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal - hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakukan manusia. Sebagai bagian dari adat - istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan. Sistem nilai - budaya seolah - olah berada diluar dan di atas dari para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan(Schreer, 2010).
Para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai - nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi - konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabanya nilai - nilai budaya tadi sukar diganti dengan nilai - nilai budaya lain dalam waktu singkat (Singh, 2011).
Clyde Kluckhohn mengatakan semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, mengalami lima masalah pokok dalam kehidupan manusia (Murdock & Kluckhohn, 1962), yaitu:
a. Hakekat hidup;
b. Hakekat karya;
c. Hakekat kedudukan dalam ruang atau waktu;
d. Hakekat hubungan dengan alam sekitar; dan
e. Hakekat hubungan dengan sesamanya.

KULINER
Kuliner merupakan suatu seni yang mempelajari tentang makanan dan minuman  serta berbagai  hal yang berhubungan  dengan makanan  dan minuman tersebut, mulai dari persiapan, pengelolaan, penyajian dan penyimpanannya. Sedangkan  seni  kuliner  adalah  seni  yang  mempelajari  tentang  makanan  dan minuman  yang  memiliki  ciri  khas  yang  spesifik  dari  hidangan  tradisional  di seluruh pelosok Nusantara (Fadiati dalam Ariani, 1994:5).
Berdasarkan penjelasan di atas maka batasan mengenai seni kuliner adalah seni mempelajari tentang berbagai makanan dan minuman serta berbagai hal yang berhubungan dengan makanan dan minuman. Mencakup persiapan, pengelolaan, penyajian maupun penyimpanannya yang memiliki sifat spesifik.
Dari  seni  kuliner  tersebut  berkembanglah  tren yang sangat  marak  pada dewasa ini yaitu wisata kuliner. “Culinary tourism is not prentious for exlusive. Its includes any unique and memorable  gastronomic  experience,  not just restaurant  rate four star or better and  include  both  food  and  all type  of  beverages”(Harrington & Ottenbacher, 2010)  bahwasanya  wisata  kuliner bukanlah suatu yang mewah dan eksklusif. Wisata kuliner menekankan pada pengalaman   bukan   pada   kemewahan   Restoran   maupun   kelengkapan   jenis makanan maupun minuman yang tersedia.
World Culinary Tourism Association  (Horng & (Simon) Tsai, 2010)  menyatakan wisata kuliner bukan hal yang baru, berhubungan dengan agrowisata namun  lebih terfokus  pada bagaimana  suatu makanan  maupun  minuman  dapat menarik kedatangan wisatawan untuk menikmatinya. Wisata kuliner dapat memajukan pengalaman gastronomi yang khusus dan mengesankan. Jika ditengok dari belakang, wisata kuliner adalah suatu wadah yang penting untuk membantu perkembangan ekonomi dan pembangunan masyarakat dan dapat ditemukan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Untuk membantu perkembangan  wisata kuliner, sebuah produk makanan maupun minuman  harus disajikan secara unik dan  mengesankan  bagi  wisatawan.  Produk  ini  bisa  di  buat  dari  perkebunan  , pertanian  maupun  peternakan  yang diolah  dengan  resep  rahasia  turun  temurun yang memiliki kekhasan dan rasa terbaik.
Wisata kuliner berkaitan dengan turis/wisatawan, Adapun konsep definitif tentang perilaku wisatawan dapat dikonstruksi sebagai berikut: “A tourist can be defined, in behavioral terms, as a person traveling away from their normal residential region for a temporary period, staying away at least one night but not permanently, to the extent that the behaviour involves a search for leisure experiences from interaction with features or environmental characteristics   of  the  place(s)  they  choose  to  visit” (Lynne Phillips, 2006). Menurut definisi tersebut, seseorang dapat disebut sebagai wisatawan (dari sisi perilakunya) apabila memenuhi beberapa kriteria berikut:
1.   Melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggal normalnya sehari-hari.
2.   Perjalanan tersebut dilakukan  paling sedikit semalam tetapi tidak secara permanen.
3.   Dilakukan pada saat tidak bekerja atau mengerjakan tugas rutin lain tetapi dalam rangka mencari pengalaman mengesankan dari interaksinya dengan beberapa  karakteristik   tempat  yang  dipilih  untuk  dikunjungi(Miller, Richard K.Washington, 2013).
Untuk membantu perkembangan  wisata kuliner, sebuah produk makanan maupun minuman harus disajikan secara unik dan mengesankan bagi wisatawan (Stierand & Lynch, 2008). Produk  ini  bisa  di  buat  dari  perkebunan,  pertanian  maupun  peternakan  yang diolah  dengan  resep  rahasia  turun  temurun  yang  memiliki  kekhasan  dan  rasa terbaik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wisata kuliner menekankan  pada pengalaman  gastronomi  yang unik dan mengesankan.  Bukan suatu hal yang mewah,  walaupun  sederhana  tetapi memberikan  kesan lain dari biasanya.
Saat ini telah banyak dihasilkan penelitian yang berkaitan dengan bidang kepariwisataan, perhotelan dan hospitality, namun sebagian masih bersifat umum, diantaranya penelitian tentang pengembangan kawasan wisata, jumlah kunjungan wisatawan, daerah asal wisatawan dan daya tarik wisata alternatif di suatu daerah serta terkait sumber daya manusia perhotelan.  Adapun penelitian dalam bidang wisata kuliner masih sangat sedikit, belum banyak yang menaruh perhatian dalam bidang tersebut. Berikut diuraikan beberapa hasil penelitian dan artikel terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini, khususnya  yang berkaitan dengan wisata kuliner.
Artikel tentang kuliner lokal  Jawa Barat oleh Turgarini dalam Suriani (2009), terdapat  beberapa   langkah  yang  dapat  dilakukan  apabila  ingin  menghadapi tantangan globalisasi di bidang ini, yaitu pertama di industri ini harus melakukan inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan  produk berbasiskan sumber daya alam dan sumber daya manusia lokal. Ke dua adalah memperhatikan daya dukung lingkungan sosial dan alam alias ramah lingkungan. Ke tiga memiliki style atau gaya  lokal.  Ke  empat  tentunya  semua  elemen  sumber  daya  manusia  harus memiliki  sifat  ramah.  Ke  lima  mampu  bertahan  pada  nilai  kelokalan,  tetap bersikap lokal namun berfikir global. Ke enam memiliki keotentikan atau keaslian dari  produk  wisata  kuliner  yang  tidak  terdapat  di  daerah  bahkan  negara  lain. Terakhir selalu menjaga kesederhanaan produk kulinernya.
Kaitannya dengan seni kuliner, Sujatha (2001) dalam penelitian yang berjudul Seni   Kuliner   Bali  Sebagai   Aspek   Kebudayaan   Dalam   Menunjang   Industri Pariwisata mengungkapkan bahwa:
1.   Makanan tradisional Bali disukai karena memiliki fungsi biologis (untuk kesehatan), mengandung nilai estetika, baik dalam penataan maupun tata penghidangan. Di samping itu makanan ini juga memiliki fungsi non- biologis,  misalnya  rasa  ingin  tahu,  ekonomis,  estetis,  kenikmatan  dan sosial.
2.   Seni kuliner Bali sebagai salah satu aspek kebudayaan Bali diadaptasikan sehingga  dapat  menjadi  wisata  boga  (wisata  kuliner).  Adaptasi  tersebut dari segi bentuk, fungsi dan makna meliputi adaptasi bahan makanan, rasa, pengolahan, penataan, penyajian dan cara makan.
3.   Seni kuliner Bali sebagai penunjang pariwisata berdampak budaya, sosial, rasa bangga serta pemenuhan harga diri.

Peradaban dan budaya makan atau disebut kuliner bagi pelbagai golongan etnik di dunia merupakan warisan tingkah laku jaman ke jaman. Bagi mereka, cara yang terbaik untuk menikmati hidangan makanan ialah dengan menggunakan cara yang dipraktekan oleh kelompok etnik masing-masing(Lusk & Briggeman, 2009).

E. Temuan  Penelitian dan Diskusi
1.      Jenis jenis kuliner berbasis budaya Dayak di Kalimantan Barat yang potensial untuk dikembangkan.
Berdasarkan wawancara penulis dengan responden  yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kuliner, maka penulis mengelompokan kuliner dalam 3 kelompok yaitu (1) Masakan-Makanan, (2) Kue-penganan dan (3) Minuman. Untuk kelompok masakan berhasil teridentifikasi 40 jenis masakan, kue berhasil teridentifikasi 10 jenis dan minuman 5 jenis.  Makanan orang Dayak sebagian besar dimasak dengan direbus bukan digoreng atau ditumis. Selain itu orang Dayak sangat menyukai masakan yang dimasak dalam bambu (lihat Lampiran).
Ditemukan juga bahwa teknologi pengawetan makanan yang paling banyak dilakukan oleh orang Dayak adalah metode Fermentasi atau diasamkan, dimana garam menjadi bahan utamanya. Makanan jenis ini meliputi tempoyak dan pekasam. Selain itu orang Dayak menyukai makanan yang diolah dengan cara dibusukan seperti pakatikng.
Terkait dengan budaya makan pada orang Dayak, temuan penelitian ini mennjukan bahwa orang dayak makan dengan tangan, jarang sekali yang menggunakan alat seperti sendok. Budaya makan orang Dayak ini sama dengan masyarakat di Timur Tengah, India dan beberapa negara di Asia Tenggara(Cheung & Tan, 2007). Lazimnya, tangan dibasuh sebelum dan seusai makan. Tangan lebih bersih jika dibandingkan dengan sendok ataupun garpu yang dibasuh oleh seseorang yang kemungkinan tidak dapat dipastikan kebersihannya. Masyarakat Islam dan Hindu menggunakan tangan kanan untuk menyuap makanan. Mereka biasanya makan bersila dengan hidangan makanan diletakkan di tengah-tengah tamu.
Makan menggunakan tangan umumnya digunakan masyarakat di Asia (terkecuali di China, Jepang, Korea dan Vietnam). Tangan adalah alat utama untuk mengambil dan menyuap makanan ke dalam mulut. Jika ada benda yang membahayakan, tanganlah yang akan memberi tanda seperti duri, tulang ikan atau tulang ayam. Soal kotoran pada tangan tidak akan timbul karena adat istiadat menyarankan sebelum makan diwajibkan terlebih dahulu mencuci tangan dan hanya tangan kanan saja yang diajarkan untuk menyentuh makanan. Hikmah tangan adalah bahwa jari-jemari manusia mengandungi sejenis kimia yang akan memudahkan mencernakan makanan didalam perut. Ini terbukti apabila orang tua di jaman dulu melarang kita menyentuh makanan yang mau disimpan dengan tangan karena akan menjadi basi(Jeinie, Nor, Sharif, & Saad, 2016).
Potensi berbagai jenis masakan lokal Provinsi Kalimantan Barat yang ada dapat digali lebih lanjut. Temuan penelitian ini ada 40 jenis masakan dan masih banyak lagi yang belum digali dan dikumpulkan untuk kemudian dipilih sesuai dengan gastronomi internasional.

1.      Budaya kuliner Dayak Saat ini

Ditarik ke akar budaya, orang dayak  memiliki  aneka ragam budaya menyangkut kebiasaan makan. Dalam setahun orang Dayak paling tidak sekali menyelenggarakan pesta (gawai) dengan menyuguhkan berbagai jenis makanan. Selain itu, dalam budaya Dayak, tidak ada istilah menolak tamu yang datang ke rumah. Belum lagi, stigma tentang nyonya rumah yang baik adalah yang memberikan suguhan untuk tamunya. “Sehingga jika ada nyonya rumah yang menolak tamunya atau tidak memberikan suguhan akan mendapat gunjingan dari masyarakat. Ini dianggap sebagai aib,” . Hal ini turut menjadi penyebab mengapa banyak rumah tangga yang jadi terbiasa untuk selalu menyediakan makanan lebih. Kekhawatiran tidak memiliki makanan yang cukup untuk disuguhi memang membuat generasi orang tua Dayak terbiasa memasak dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah sesungguhnya penghuni rumah. Apa yang kemudian terjadi di tiap dapur rumah tangga adalah kebiasaan memasak dalam porsi besar. 
Budaya yang berakar pada sistem rumah panjang ini beranggapan bahwa makanan harus selalu ada di dapur.  Budaya makan ini memang kental terasa pada generasi orang tua Dayak. Tapi, nilai-nilai yang ditanamkan ini tidak bisa serta-merta berubah semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun kini mulai bergeser dengan  makin banyaknya generasi muda yang lebih peduli pada bagaimana mereka mengonsumsi makanan. Walaupun kepedulian mereka lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Tentang pentingnya mengonsumsi makanan sehat. 
Budaya memasak  saat ini masih terbatas untuk kepentingan keluarga. Untuk itu beberapa responden menyarankan untuk tujuan “jualan”, supaya  dilakukan modifikasi     produk-produk     yang    sudah    ada    dengan memperbaiki  penampilan,  menyempurnakan  produk  masakan lokal Dayak ataupun menciptakan menu masakan yang   baru   dengan   tidak   menghilangkan    karakter   bumbu masakan lokal itu sendiri. Strategi ini dapat dilakukan melalui program-program seperti: (1) Membuat standard resep masakan tradisional Dayak
Rasa yang tidak konsisten terutama disebabkan oleh karena belum adanya suatu standar dalam pembuatan masakan lokal Provinsi  Kalimantan Barat  sehingga  ada  perbedaan  penggunaan bahan   dan  metode   pengolahan   dari  masing-masing   juru masak  baik  dalam  rumah  makan  itu  sendiri  ataupun  antar rumah   makan  yang  satu  dengan   rumah   makan   lainnya. Dengan adanya suatu standarisasi pada masakan lokal Provinsi  Kalimantan Barat  diharapkan  dapat  mengatasi  kualitas rasa yang berbeda.
Dari segi menu, masakan Dayak masih sangat bersifat “keluarga”, artinya belum berorientasi dijual. Untuk itu jika akan dikomersilkan maka terdapat berbagai macam bentuk adaptasi yang dapat dilakukan seperti; menawarkan menu paket dengan menampilkan menu utama didampingi dengan menu tambahan lainnya sebagai pendamping rasa dari menu utama.  Contohnya  menawarkan  paket  sigah  dengan  sayur calor sebagai pendampingnya. Disamping   itu   pula   fusion   menu   dapat   ditawarkan   untuk   menarik wisatawan mancanegara dengan tetap menunjukkan ciri khas dari masakan lokal tersebut. Contoh spaghetti dengan ikan bakar dan atau syobak sebagai topingnya.
Cita rasa.   Selama ini pemahaman akan masakan lokal terdapat pada penggunaan rempah-rempah tertentu dalam pembuatan bumbu. Hal ini berdampak pada cita rasa yang berbeda dengan gastronomi internasional. Strategi ini bukan bermaksud untuk menghilangkan cita rasa  asli  masakan  lokal  tersebut  melainkan  hanya  mengurangi  bahan-bahan tertentu untuk dapat dinikmati oleh wisatawan mancanegara. Contoh penggunaan heat (cabai  atau merica  dan rempah-rempah  lain yang dapat  memberikan  rasa pedas) dikurangi pada pembuatan sambal bawang uma atau sambal taremang.
Adaptasi pengolahan/cara memasak. Teknik memasak  secara garis besar dibedakan  menjadi teknik memasak dengan  menggunakan   panas  basah  (mengukus,   merebus,   menyetup),   teknik memasak panas kering (menggoreng, memanggang, mengoven), teknik memasak kombinasi panas basah dan kering seperti nasi goreng maka disini dipakai teknik mengukus dan menggoreng nasi. Teknik memasak tersebut dapat dikombinasikan agar mendapatkan cita rasa yang sesuai dengan yang diinginkan. Adaptasi tata cara memasak disini dimaksudkan bagaimana mengolah masakan dengan cara yang lebih modern dan dengan bantuan alat memasak yang canggih. Teknik pengolahan masakan yang tepat akan berpengaruh pada kualitas rasa dan aroma masakan. Teknik pengolahan masakan merupakan suatu cara atau perlakuan  yang diberikan  kepada  masakan  sehingga  bahan  tersebut  siap  untuk dikonsumsi. Tujuan dari pengolahan masakan adalah (1) mengembangkan, meningkatkan dan memperkuat rasa dan aroma pada masakan yang dihasilkan : (2)  agar  lebih  mudah  dicerna,  (3)  membasmi  bibit  penyakit  yang  terkandung dalam masakan.
Adaptasi penyajian.Telah banyak dijumpai penyajian-penyajian unik sebuah masakan, hal tersebut cenderung berdasar pada tema masakan atau pun tren masa kini. Pada strategi  adaptasi  ini masakan  lokal  memiliki  nuansa  atau  tema  tradisional  dan sekarang ini terdapat isu-isu tentang pengggunaan bahan-bahan alami untuk mendukung  program  Green Environment.  Dari dua hal tersebut dapat diadaptasikan seperti penggunaan ingke atau piring yang terbuat dari anyaman lidi dengan daun pisang sebagai alas masakannya. Lebih terkesan tradisional namun ramah lingkungan.
Isu Green Environment ini menjadi suatu perhatian serius dari pemerhati  lingkungan.  Penggunaan  bahan-bahan  masakan  berbasis  non organik merupakan salah satu bentuk upaya untuk mengurangi dampak negatif dari eksplorasi lingkungan alam. Pengkonsumsian  bahan-bahan  masakan yang bebas dari unsur kimiawi berlebihan yang tidak dapat dicerna tubuh adalah salah satu wujudnya.  Hal lain yang menjadi perhatian adalah terkait perlindungan terhadap satwa   fauna   yang   dilindungi   oleh   pemerintah.   Sebelumnya   masih   banyak ditemukan perburuan satwa yang dilindungi untuk diolah dan dikonsumsi, seperti penyu  dan rusa.  Saat ini pengawasan  terhadap  perburuan  dan penjualan  satwa langka tersebut semakin ketat dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Perburuan dan pengkonsumsian satwa langka menjadi salah satu isu utama dunia internasional.  Dahulunya  Bali terkenal  sebagai  salah satu wilayah yang sangat bebas memperjual  belikan dan mengkonsumsi  daging penyu. Pada setiap daerah di Bali yang dekat dengan daerah pesisir laut terdapat rumah makan  atau  warung  yang  memperjual  belikan  masakan  penyu  yang  biasanya diolah menjadi sate, atau terkenal dengan sate penyu.
Seiiring  dengan  adanya  himbauan  dan  peraturan  yang  dikeluarkan oleh pemerintah  untuk membatasi  pengkonsumsian  penyu maka terjadi pengurangan yang sangat signifikan terhadap perburuan penyu. Penyu hanya diperbolehkan diperjual belikan sebatas pada penggunaan atau keperluan upacara adat dan keagamaan.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
a.       Mengenai jenis kuliner berbasis budaya di Kalimantan Barat, setidaknya ditemukan 40 jenis masakan, kue berhasil teridentifikasi 10 jenis dan minuman 5 jenis.
b.      Terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan masyarakat untuk mengembangkan pemasaran masakan lokal Provinsi Kalimantan Barat , diantaranya: adaptasi menu, pada strategi ini menu yang dibuat lebih mengarah pada menu paket  dan  juga  memperkenalkan  fusion  food  pada  masakan  lokal dengan   nuansa   western   dengan   maksud   untuk   menarik   minat wisatawan mancanegara. Berikutnya adaptasi bahan makanan, penggunaan bahan-bahan seperti organ dalam daging diusahakan untuk diadaptasi dengan penggunaan daging luar. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan   kesempatan   kepada   wisatawan   mancanegara   untuk mencoba   masakan   lokal   tanpa   harus   mengkhawatirkan    isu-isu kesehatan  dan agama pada bahan baku yang dipergunakan.  Berikutnya  adaptasi rasa, dari segi rasa adaptasi yang dilakukan adalah penyesuaian  dari segi  heat  yaitu  penggunaan  cabai  atau  merica  dan  rempah-rempah yang memberikan rasa pedas, dengan tujuan untuk dapat dikonsumsi oleh wisatawan  mancanegara.  Selanjutnya  adaptasi  pengolahan/  cara memasak, yang menjadi fokus utama dalam pengolahan adalah mempergunakan  teknik-teknik  atau  pun  peralatan-peralatan  modern masa kini. Dengan maksud untuk memperoleh masakan yang lebih higienis   dan   lebih   berkualitas.  
 L. Saran
Berdasarkan   berbagai   uraian   tersebut   di   atas,   dapat   disarankan beberapa hal berikut
1.   Untuk    pengembangan    masakan    lokal    di   Provinsi    Kalimantan Barat disarankan agar pelaku usaha selalu yakin dan optimis bahwa masakan lokal memiliki prospek yang amat cerah untuk dikembangkan. Potensi masakan lokal tidak saja hanya sebagai pemenuhan kebutuhan pokok manusia saja, akan tetapi dengan nilai dan kualitas yang dimiliki, masakan  lokal  ini  pun  merupakan   masakan  yang  memiliki  nilai keunikan citrarasa dan aroma yang mampu menarik wisatawan untuk berkunjung.
2. Pengembangan masakan lokal Provinsi Kalimantan Barat dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa strategi alternatif. Beberapa strategi alternatif yang dapat dipakai adalah meningkatkan  promosi masakan lokal  Provinsi  Kalimantan Barat,  meningkatkan  kerja  sama  dengan  pihak- pihak  terkait  seperti,  hotel,  kelompok  tani  dan instansi  lainnya  dan mengembangkan cita rasa masakan lokal agar dapat dinikmati oleh wisatawan mancanegara.
3.   Dengan memanfaatkan peluang yang begitu luas, pemerintah   daerah Provinsi  Kalimantan Barat  diharapkan  berperan  serta  untuk  lebih  intensif dalam mendukung pengembangan masakan lokal Provinsi Kalimantan Barat. Adanya kebijakan-kebijakan  dan penyuluhan-penyuluhan  dirasa akan sangat membantu dalam memperkenalkan masakan lokal. Selain itu pemerintah daerah juga perlu memfasilitasi pertumbuhan dan pengembangan industri produk wisata kuliner ini dengan perangakt pendukung seperti peraturan daerah yang dapat mengakomodir kepentingan   pengusaha   jasa  boga.  Terkait   pendanaan   pemerintah daerah juga dapat menjadi jembatan  dengan membantu  rekomendasi pendanaan  kepada  pengusaha  jasa  boga  melalui Credit Union (koperasi)  dan  bank, salah satunya adalah bank yang dimiliki pemerintah daerah yaitu Bank Kalimantan Barat.
4. Bagi para akademisi atau peneliti, selanjutnya penelitian strategi pemasaran  terhadap  masakan  lokal  Provinsi  Kalimantan Barat  ini  sangat perlu dilanjutkan untuk menghasilkan strategi perencanaan pemasaran masakan lokal yang paling relevan dan tepat untuk diimplementasikan, sehingga  nantinya  dapat  dirangkum  dan  digunakan  sebagai  acuan pihak pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan pada bidang pengembangan masakan lokal di Provinsi Kalimantan Barat sebagai daya tarik wisata yang unik dan menarik bagi wisatawan domestik dan manca negara.



DAFTAR PUSTAKA
Cooper,  C.  2005.  Tourism:  Principle  and  Practice.  Third  Edition.  Prentice Hall.
Cheung, S., & Tan, C.-B. (2007). Food and Foodways in Asia: Resource, Tradition and Cooking. Routledge. Retrieved from http://www.amazon.com/Food-Foodways-Asia-Resource-Tradition/dp/0415547040#reader_0415547040
Effendi, C. (2009). Oral tradition and identity of west kalimantan society. Sari (ATMA), 27, 3–12. Retrieved from http://myais.fsktm.um.edu.my/10020/
Ferguson, P. P. (2010). Culinary Nationalism. Gastronomica the Journal of Food and Culture, 10(1), 102–109. https://doi.org/10.1525/gfc.2010.10.1.102.103
Harrington, R. J., & Ottenbacher, M. C. (2010). Culinary Tourism—A Case Study of the Gastronomic Capital. Journal of Culinary Science & Technology, 8(1), 14–32. https://doi.org/10.1080/15428052.2010.490765
Horng, J. S., & (Simon) Tsai, C. T. (2010). Government websites for promoting East Asian culinary tourism: A cross-national analysis. Tourism Management, 31(1), 74–85. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2009.01.009
Jeinie, M. H., Nor, N. M., Sharif, M. S. M., & Saad, M. (2016). Food Hygiene and Safety among Culinary Intern: Questionnaire for FHS Quality. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 222, 299–305. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.165
Kemmer, D. (2000). Tradition and Change in Domestic Roles and Food Preparation. Sociology, 34(2), 323–333. https://doi.org/10.1177/S0038038500000201
Lusk, J. L., & Briggeman, B. C. (2009). Food values. American Journal of Agricultural Economics, 91(1), 184–196. https://doi.org/10.1111/j.1467-8276.2008.01175.x
Lynne Phillips. (2006). Food and globalization. Annual Review of Anthropology, 35(2006), 37–57. https://doi.org/10.1146/annurev.anthro.35.081705.123214
Miller, Richard K.Washington, K. (2013). CULINARY TRENDS. Restaurant, Food & Beverage Research Handbook, 43–46.
Muchamad, B. N., & Soewarno, N. (2015). BUDAYA HUMA DALAM PEMBENTUKAN MAKNA BALAI ADAT SUKU DAYAK BUKIT DI KALIMANTAN SELATAN. In PhD Proposal (Vol. 1). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Murdock, G. P., & Kluckhohn, R. (1962). Culture and Behavior: Collected Essays of Clyde Kluckhohn. American Sociological Review. https://doi.org/10.2307/2089661
Potter, L. (2011). Swidden, oil palm, and food security in West Kalimantan. Kasarinlan: Philippine Journal of Third World Studies, 26, 252–263.
Schreer, V. (2010). Fishing, Hunting and Headhunting in the Former Culture of the Ngaju Dayak in Central Kalimantan. Internationales Asien Forum. International Quarterly for Asian Studies, 41(1/2), 146–147. https://doi.org/10.1525/aa.2005.107.3.534
Singh, S. (2011). Issues in Cultural Tourism Studies. Tourism Management, 32(1), 203–205. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2010.07.002
Stierand, M., & Lynch, P. (2008). The art of creating culinary innovations. Tourism and Hospitality Research, 8(4), 337–350. https://doi.org/10.1057/thr.2008.28

Lampiran  1 :
A.      MAKANAN  TRADISIONAL
NO
NAMA MAKANAN
BAHAN DASAR
PROSES PEMBUATAN
SIFAT
DAERAH SEBARAN
1
Pekasam/Jaruk
Ikan, babi
Fermentasi
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Merata di semua Kabupaten di Kalbar
2
Tempoyak
Daging Buah Durian
Fermentasi
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga. Mulai dihidangkan di Rumah makan
Merata di semua Kabupaten di Kalbar
3
Pakatikng
Buah Kelampai, buah karet
Dibusukan
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Landak, Mempawah, Bengkayang
4
Daun ubi Tumbuk
Daun ubi
Dimasak dalam bamboo
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Merata di semua Kabupaten di Kalbar
5
Sigah
Daging Babi
Daging dicincang, dimasak dalam bamboo
Makanan untuk pesta
Landak, Mempawah
6
To-ol Ikatn
Ikan
Dimasak dalam bamboo
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Merata di semua kabupaten di Kalbar
7
Pajit
Usus halus pelanduk, usus halus trenggiling
Dicincang dan dimasak dalam bamboo
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Landak, Mempawah
8
Panggang Umut Roa
Umbut Roa
Umbut dipanggag
Makanan yang dihidangkan untuk makan keluarga
Landak, Sambas, Benkayang. Mempawah
9
Paku kubu
Pakis uban
Direbus
keluarga
Ketungau
10
Daun Bengkal
Daging babi, daging ayam dan daging ikan
Direbus dengan tambahan bawang putih, bawang meram
Musiman (musim menebas ladang)
Sekadau
11
Calor (lalapan)
Daun ubi, pakis, daun papaya, kacang panjang
Direbus
keluarga
Mempawah, Landak,
12
Tanak Amatar
Ulat Sagu
Dioseng oseng
keluarga
Mempawah, landak, kuburaya, Bengkayang
13
Sop Pilanuk
Daging Pelanduk
Direbus campur ubi kayu
keluarga
Mempawah, Landak, Kuburaya, Bengkayang.
14
Sayur Umbut
Pucuk muda kelapa, sawit, ransa (sagu berduri)
Direbus campur daging babi, daging ayam, daging ikan
keluarga
Sekadau
15
Sambal bawang uma
Bawang uma
Diulek
keluarga
Sekadau
16
Godot
Sayuran
Direbus tanpa minyak
keluarga
Ambawang
17
Kulat Karakng
Jamur khas yang banyak dijumpai pada pohon karet yang mati
Direbus tanpa minyak
keluarga
Merata
18
Rabukng  santan
Pucuk rebung muda yang segar, ayam atau babi atau udang
Direbus dengan dicampur santan
keluarga
Merata
19
Rabukng Karikng
Pucuk rebung yang dijemur hingga kering. Dicampur dengan daging babi
Direbus
keluarga
Merata
20
Rabukng Masapm
Pucuk rebung yang direndam dalam air selama beberapa hari, dicampur dengan ikan
Direbus
keluarga
Merata
21
Rabukng Rabus
Pucuk rebung muda yang dijadikan lalapan
Direbus
keluarga
Merata
22
Sale ikatn
Ikan yang diselai/dikeringkan diatas perapian, dicampur rebung
Di rebus
keluarga
Merata
23
Sale babotn abut
Daging babi hutan yang diselai, dicampur rebung kering
Direbus
keluarga
Merata
24
Sale ganye
Daging Rusa yang diselai.
Digulai
keluarga
Merata
25
Sale rega
Daging katak yang diselai dicampur dengan rebung kering
Direbus
keluarga
Merata
26
Sale ular sawa
Daging ularsawa yang diselai
Direbus
keluarga
Merata
27
Babotn Suman Manse
Daging babi yang baru disembelih
Direbus
keluarga
Merata
28
Talo gumbala
Telur yang gagal menetas
Direbus
Individu tertentu
Landak, Mempawah
29
Sambal tarukng Gentekng
Terung kecil
Direbus lalu ditumbuk
keluarga
Merata
30
Sambal Umut Tepo Tikala
Umbut Tepo Tikala
Umbutnya dibakar lalu ditumbuk
keluarga
Merata
31
Sambal Taremang
Buah Jengkol yang sudah bertunas
Diiris mentah
keluarga
Landak, Mempawah, Bengkayang
32
Jalu Tarukng Asapm
Daging babi, terung asam
Direbus
keluarga
Merata
33
Tu’up ikatn
Ikan
Ikan dimasukan dalam daun lalu dibakar dibawah tanah
Keluarga, acara di hutan
Merata
34
Jalu Panggang
Daging babi
Dibakar
Pesta, keluarga
Merata
35
Sop Pangarabusatn Manok
Daging ayam
Direbus. Yang diambil airnya
Acara adat
Landak, Mempawah
36
Tabas
Daging (babi, ayam, dll)
Digoreng atau direbus
Acara keluarga sambil minum tuak
Merata
37
Ikatn masak Tampuyak
Ikan, tempoyak
Direbus
Keluarga
Merata
38
Rega masak Tampuyak
Daging katak, tempoyak
Direbus
Keluarga
Merata
39
Sayur Daun Bengkal
Daun Bengkal, daging
Direbus
Keluarga
Sekadau
40
Ampas tuak babi
Ampas tuak dicampur babi
Dioseng oseng
keluarga
Sanggau

A.      Kueh Tradisional
NO
NAMA   KUE
BAHAN   DASAR
PROSES  PEMBUATAN
SIFAT
DAERAH SEBARAN
1
Tumpi
Beras
Ditumbuk menjadi tepung, kemudian diadon dan digoreng
 Upacara adat dan Pesta
Merata di semua daerah di Kalbar
2
Lemang
Beras Pulut
Dimasak dalam bambu
Upacara adat dan pesta
Merata di semua daerah di Kalbar
3
Kelapon
Beras Pulut
Tepung diadon, kemudian di buat bulatan diisi kelapa parut yang dimasak dengan gula merah. Setelah  jadi bulatan kemudian dimasak.
Jika ada acara khusus dan pesta
Merata di semua daerah di Kalbar
4
Bontokng
Beras
Beras dibungkus daun khusus lalu dimasak dalam bambu besar
Pesta Padi
Landak, Mempawah, Sambas, Kubu Raya.
5
Ampikng
Beras muda
Beras baru/beras muda ditumbuk hingga pipih dan dicampur gula pasir
Pesta padi /Beras baru
Landak, mempawah, Kuburaya, Bengkayang.Sambas
6
Ampe Ampe (palampung)
Gula tebu
Ampas  tebu diikat lalu dimasukan ke dalam Gula tebu yang dimasak
Musiman
Landak
7
Bubur manis
Beras biasa dicampur gula dan santan
Direbus
Musim berladang
Landak, Mempawah
8
Cendol
Tepung beras pulut diadon
Direbus campur santan dengan menggunakan bakul sehingga keluar bentuk khas
Musim berladang/bersawah
Landak, mempawah
9
Pepek Manggala
Tepung ubi
Diadon lalu dibentuk  seperti pempek, Direndang dikuali
keluarga
Landak, Mempawah
10
Pepek Sagu
Tepung sagu
Diadon lalu dibentuk  seperti pempek, Direndang dikuali
keluarga
Landak, mempawah, Kuburaya

B.      MINUMAN TRADISIONAL

NO
NAMA MINUMAN
BAHAN   DASAR
PROSES  PEMBUATAN
SIFAT
SEBARAN
1
Kopi
Biji Kopi
Kopi direndang dan ditumbuk
Sehari hari
Merata di semua daerah di Kalbar
2
Arak
Beras pulut
Fermentasi dan disuling
Sehari hari
Landak, Mempawah, kubu raya, Bengkayang, sambas, sanggau, Sambas
3
Tuak
Beras pulut
Fermentasi dan diperas
pesta
Sanggau, sintang, sekadau, Kapuas hulu, melawi, Ketapang
4
Bram
Air Aren
Dicampur kayu tertentu
Sehari hari
Kapuas Hulu
5
Arak tajok
Beras pulut
Fermentasi, disuling dan ditambah akar akar kayu obat
Sewaktu-waktu
Landak, Mempawah, kubu raya, Bengkayang, sambas, sanggau, Sambas

LAMPIRAN  2. Gambar Makanan dan bahan baku



1




TEMPOYAK
2

PEKASAM IKAN
3

SIGAH
4

PAKATIKNG
5

AMATAR
7

DAUN UBI TUMBUK
8

TO’OL
9

LEMANG
10

GADOT /CALOR
11

DAUN UBI REBUS/CALOR
12

BAWANG UMA
13

PELANDUK CAMPUR UBI
14

UMUT ROA
15

TEPO TIKALA


REBUNG






Read More..